BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Negara
Indonesia merupakan Negara berkembang, yang terdiri dari ribuan pulau yang
memiliki budaya yang beraneka ragam, lautan, dan sumberdaya alam yang melimpah.
Dengan perkembangan yang terjadi saat ini mendorong pemerintah untuk melakukan
perubahan di segala sektor demi meningkatkan pendapatan atau kas negara guna
membiayai pembangunan.
Dalam melakukan perubahan tersebut, pastilah memerlukan dana yang sangat besar, dan dana itu berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), dimana sebagian besar bersumber dari penerimaan pajak. Ini menjelaskan bahwa pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak sendiri merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan.
Dalam melakukan perubahan tersebut, pastilah memerlukan dana yang sangat besar, dan dana itu berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), dimana sebagian besar bersumber dari penerimaan pajak. Ini menjelaskan bahwa pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak sendiri merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan.
Sebenarnya
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam membangun pertumbuhan
ekonomi karena Indonesia memiliki beraneka ragam kekayaan yang sangat kuat
untuk menunjang segala kebutuhan dalam Negeri, namun pada kenyataannya
Indonesia hanya mampu menjadi penonton ditengah persaingan global yang begitu
selektif. Kebijakan yang sangat kontrofersialpun diambil oleh Pemerintah Indonesia
yaitu dengan bergabung dalam pembebasan PPh Pasal 22 dengan Negara Cina, pada
konteksnya kebijakan yang diambil sangat menggiurkan karena penduduk Cina yang
begitu banyak dibandingkan jumlah penduduk Indonesia dan dapat menjadi sasaran
empuk bagi para produsen dalam negeri, akan tetapi para produsen dalam negeri
belum mampu untuk bersaing dengan produk-produk yang dikeluarkan oleh negeri
tirai bambu tersebut. Dalam hal ini kedewasaan sangatlah diperlukan dalam
melakukan suatu kebijakan karena besar atau kecilnya pendapatan dari PPh Pasal
22 tergantung pada kebijakan yang diambil oleh Peraturan Pemerintah.
Pajak penghasilan pasal 22 atau disingkat PPh pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain. Dasar hukum PPh pasal 22 adalah UU Pajak Penghasilan nomor 36 tahun 2008, pasal 22. Untuk lebih memahami secara mendalam dan komprehensif mengenai pajak penghasilan (pph) pasal 22, maka yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu mengenai subjek PPh pasal 22, objek, pemungut, pengecualian dari pengenaan pph pasal 22, saat terutang, batas waktu setor dan lapor, serta contoh soal atau kasus yang berkaitan dengan pasal 22.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Subjek PPh Pasal 22
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dengan perubahan terakhir dengan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008, Subjek PPh Pasal 22
adalah Wajib Pajak yang melakukan penyerahan kepada pemerintah, Wajib Pajak
badan-badan tertentu yang melakukan kegiatan impor atau melakukan penyerahan
barang yang tergolong sangat mewah.
Subjek Pajak Penghasilan Pasal 22
atau PPh pasal 22 adalah siapa saja yang wajib menghitung, memungut, dan
menyetorkan PPh Pasal 22 ke kas Negara. Mereka adalah:
1. Importir.
2. Rekanan pemerintah dan badan-badan tertentu yang
merupakan pemungut PPh Pasal 22.
3. Konsumen semen, kertas, baja, dan otomotif.
4. Distributor dan agen pertamina serta badan usaha selain
pertamina yang bergerak di bidang BBM jenis premix dan gas.
5. Industri dan eksportir di bidang pertanian, perkebunan,
kehutanan, dan perikanan.
B.
Objek PPh Pasal 22
Adapun objek PPh pasal 22 adalah sebagai berikut :
1.
Pembelian
a. Pembelian barang oleh bendaharawan
b. Pembelian bahan-bahan berupa hasil perhutanan,
perkebunan, pertanian, dan perikanan untuk keperluan industri dan ekspor dari
pedagangan pengepul
2.
Impor Barang
3.
Penjualan oleh Industri Tertentu
a. Industri baja
b. Industri semen
c. Industri kertas
d. Industri otomotif
4.
Penjualan BBM dan Gas oleh PERTAMINA
Premium,
solar, premix/superTT, minyak tanah, gas/LPG, dan pelumas.
5.
Penjualan Barang yang tergolong sangat Mewah
Pesawat
udara pribadi, kapal pesiar, rumah sangat mewah, apartemen sangat mewah dan
kendaraan sangat mewah, dll.
C.
Pemungut PPh Pasal 22
Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 22
Undang-Unang Pajak Penghasilan adalah :
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC)
atas impor barang.
2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan bendaharawan
pemerintah pusat/daerah yang melakukan pembayaran atas pembeliaan barang.
3. BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana
yang bersumber dari APBN atau APBD.
4. Bank Indonesia (BI), PT.Perusahaan Pengelola Aset (PPA),
Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia ( Telkom), PT
Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau
Steel, Petamina dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya
bersumber dari APBN maupun non-APBN.
5. Badan usaha yang bergerak dibidang usaha industri semen,
industri rokok, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang
ditunjuk oleh kepala kantor pelayanan pajak, atas penjualan hasil produksinya
di dalam negeri.
6. Pertamina dan badan usaha lainnya (produsen atau
importir) yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix, serta super
TT, pelumas dan gas, atas penjualan hasil produksinya.
7. Industri dan eksportir perhutanan, perkebunan, pertanian
dan perikanan, yang ditunjuk oleh direktur jenderal pajak atas pembelian
bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dan pedagang pengumpul.
Selain pemungut diatas, Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 juga mengatur tentang wajib pajak badan tertentu
sebagai pemungut PPh pasal 22 atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah
yaitu wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat
mewah, dinataranya :
1.
Pesawat
udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp200.000.000.000 (dua ratus miliar
rupiah);
2.
Kapal
pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000 (sepuluh
miliar rupiah);
3.
Rumah
beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari
Rp10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500 m²
(lima ratus meter persegi);
4.
Apartemen,
kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari
Rp10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah) dan/atau luas bangunan lebih dari 400
m² (empat ratus meter persegi);
5.
Kendaraan
bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep,
Sport Utility Vehicle (SUV), Multi Purpose Vehicle (MPV), minibus dan
sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah)
dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.
D.
Pengecualian dari Pemungutan PPh Pasal 22
Yang dikecualikan dari pemungutan PPh pasal 22 adalah :
1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan
ketentuan peraturan perundang- undangan Pajak Penghasilan tidak terutang Pajak
Penghasilan.
2. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan
atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) :
a. Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya
yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik; (dengan syarat ada
Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal
Pajak).
b. Barang untuk keperluan Badan Internasional yang diakui
dan terdaftar pada pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di
Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia.
c. Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal,
sosial, atau kebudayaan.
d. Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan
temmpat lain semacam itu yang terbuka untuk umum, dilakukan secara otomatis
tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB).
e. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan, dilakukan secara otomatis tanpa SKB.
f. Barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan
penyandang cacat lainnya, dinyatakan dengan SKB PPh pasal 22 oleh DJP.
g. Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu
jenazah, dilakukan secara otomatis tanpa SKB.
h. Barang pindahan, dilakukan otomatis tanpa SKB.
i. Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut,
pelintas batas, barang kiriman sampai dengan batas nilai/jumlah tertentu sesuai
dengan peraturan kepabeanan.
j. Barang yang diimpor oleh pemerintah pusat atau pemerintah
daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum.
k. Persenjataan, amunisi dan perlengkapan militer, termasuk
suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan Negara.
l. Barang dan bahan yang digunakan untuk menghasilkan barang
bagi keperluan pertahanan dan keamanan Negara.
m. Vaksin polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan
Imunisasi Nasional (PIN).
n. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku
pelajaran agama.
o. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau,
kapal angkutan penyebrangan, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang,
dan suku cadang serta alat keamanan pelayaran atau alat keselamatan manusia
yang diimpor dan dipergunakan perusahaan pelayaran niaga nasional atau
perusahaan penangkapan ikan nasional.
p. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan
atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang
diimpor dan dipergunakan oleh perusahaan angkutan udara niaga nasional.
q. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk
perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan dipergunakan PT
Kereta Api Indonesia (KAI).
r. Peralatan yang dipergunakan untuk penyediaan data batas
dan foto udara di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan Tentara Nasional
Indonesia (TNI).
3. Dalam hal impor barang sementara jika pada waktu impornya
nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali. Contohnya adalah barang
pameran, setelah pameran selesai naka barang-barang pameran tersebut harus
dieskpor kembali.
4. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang
yang telah dieskpor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau
barang-barang yang telah diekspor karena membutuhkan perbaikan, pengerjaan dan
pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai (DJBC).
5. Pembayaran atas penyerahan barang yang jumlahnya paling
banyak Rp1.000.000 (bukan merupakan pembayaran yang terpecah-pecah).
6. Pembayaran untuk keperluan pembelian BBM, listrik, gas,
air minum/PDAM dan benda-benda pos.
7. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan
barang perhiasan dari emas dan untuk tujuan ekspor (syarat harus ada surat
keterangan bebas PPh Pasal 22).
8. Pembayaran/pencairan dana Jaringan Pengaman Sosial (JPS)
oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (pelaksanaan tanpa surat keterangan
bebas).
E.
Tarif PPh Pasal 22
1. Tarif PPh pasal 22 atas Impor
a. menggunakan Angka Pengenal Importir (API) sebesar 2,5%
dari nilai impor;
b. tanpa menggunakan Angka Pengenal Importir (API) sebesar
7,5% dari nilai impor;
c. yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% dari harga jual lelang;
d. impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh
importir yang menggunakan API (tidak memiliki API, tidak dapat impor) sebesar 0,5% dari nilai impor.
2. Tarif PPh pasal 22 atas Pembelian yang dilakukan oleh BUMN/BUMD yang
menggunakan APBN/APBD dan non APBN/APBD
Tarifnya
sebesar 1,5% dari harga pembelian sebelum PPN/ PPnBM
3. Tarif PPh pasal 22 atas Penjualan hasil produksi
a. Industri semen, sebesar 0,25% dari dasar pengenaan pajak
(DPP) PPN
b. Industri kertas, sebesar 0,1% dari DPP PPN
c. Industri baja, sebesar 0,3% dari DPP PPN
d. Industri otomotif, sebesar 0,45% dari DPP PPN
4. Tarif PPh pasal 22 atas Penjualan PERTAMINA
SPBU Swastanisasi
|
SPBU Pertamina
|
|
Premium
|
0,3% dari penjualan
|
0,25% dari penjualan
|
Solar
|
0,3% dari penjualan
|
0,25% dari penjualan
|
Premix/super TT
|
0,3% dari penjualan
|
0,25% dari penjualan
|
Minyak tanah
|
0,3% dari penjualan
|
|
Gas LPG
|
0,3% dari penjualan
|
|
Pelumas
|
0,3% dari penjualan
|
5. Tarif PPh pasal 22 atas Industri dan Eksportir yang bergerak disektor
Perhutanan, Perkebunan, Pertanian, dan Perikanan
Tarifnya
sebesar 0,5% dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
6. Tarif PPh pasal 22 atas Penjualan barang yang tergolong sangat mewah
Tarifnya
sebesar 5% dari penjualan.
Pemungutan
PPh pasal 22 yang bersifat tidak final terhadap wajib pajak yang tidak memiliki
NPWP lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap
wajib pajak yang dapat menunjukkan NPWP. Pemungutan PPh pasal 22bersifat tidak
final, kecuali pemungutan PPh pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas
dan pelumas kepada penyalur atau agen bersifat final.
Tata
cara pelaporan PPh Pasal 22 adalah sebagai berikut:
1. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus
melaporkan PPh Pasal 22 yang telah dipungut kepada Direktorat Jenderal Pajak
dalam jangka waktu 7 hari setelah penyetoran. Pelaporan dilakukan menggunakan
formulir surat pemberitahuan masa PPh Pasal 22 impor.
2. Surat pemberitahuan masa PPh Pasal impor
disertai lampiran:
a. Tindasan PPUD
b. Lembaran ke-2 SSP
c. Lembaran ke-2 bukti pemungutan PPh Pasal 22
impor, dan
d. Daftar dari bukti pemungutan PPh Pasal 22
impor dan PPUD atau nota pembetulan.
3. Jumlah uang yang tercantum dalam surat
setoran pajak harus sama dengan seluruh penjumlahan, sebagaimana yang tercantum
dalam segi hitung dari bukti pemungutan PPh Pasal 22 yang tercantum dalam PPUD
atau nota pembetulan yang bersangkutan.
F.
Saat Terhutang dan Pelunasan PPh Pasal 22
Jenis Pajak
|
Saat terhutang
/ pelunasan
|
Sifat
|
Atas
impor barang
|
Bersamaan dengan saat pembayaran BEA masuk. Dalam hal
pembayaran BEA masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh pasal 22 terutang dan
dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan impor barang (PIB)
|
Tidak final, sebagai kredit pajak.
|
Atas
pembelian barang dari Direktorat jenderal Perbendaharaan, Bendahara
Pemerintahan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah
|
Pada saat pembayaran
|
Tidak final, sebagai kredit pajak.
|
Atas
pembelian barang dari Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah
yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari APBN atau
APBD
|
Pada saat pembayaran
|
Tidak final, sebagai kredit pajak.
|
Atas
pembelian barang dari Bank Indonesia (BI), PT.Perusahaan Pengelolaan Aset
(PPA), Perusahaan Badan Urusan Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia
(TELKOM), PT. Perusahaan Tenaga Listerik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia,
PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, PT. Pertamina, dan Bank – bank BUMN
|
Pada saat pembayaran
|
Tidak final, sebagai kredit pajak.
|
Atas
penjualan hasil produksi dari badan usaha yang bergerak dalam bidan usaha
industeri semen, kertas, baja, dan otomotif
|
Pada saat penjualan
|
Kertas–tidak final
Semen–tidak final
Baja– tidak final
Otomotif–tdk final
|
Atas
penjualan hasil produksi produsen atau importir bahan bakar minyak , gas, dan
pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
|
saat penerbitan surat perintah pengeluaran barang
(Deliveri Order)
|
Kepada penyalur / agen, bersifat final. Selain penyalur
/ agen, bersifat tidak final.
|
Atas
pembelian bahan-bahan industeri dan eksportir yang bergerak dalam sector
perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan.
|
Saat pembelian
|
G.
Batas Waktu Setor dan Pelaporan PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 yang telah dipungut dalam setiap hari kerja
harus disetorkan pada hari kerja berikutnya. PPh Pasal 22 yang dipungut pada
tanggal 31 Maret harus disetorkan pada hari itu juga. Penyetoran dilakukan
kekantor kas Negara, seperti kantor pos dan giro, serta bank pemerintah yang
ditunjuk menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Pada formulir SSP tersebut
harus dicantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dari pemungut pajak.
Jenis Pajak
|
Saat Penyetoran
|
Saat Pelaporan
|
Atas impor barang
|
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai harus disetor ke bank persepsi atau kantor pos dan
giro dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan.
|
Paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu
penyetoran pajak berakhir.
|
Atas pembelian barang dari Direktorat Jenderal
Perbendaharaan, Bendahara pemerintah baik ditingkat pusat maupun ditingkat
daerah.
|
Pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas
penyerahan barang, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi
atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak.
|
Paling lambat 14 (empat belas) hari setelah Masa Pajak
berakhir.
|
Atas pembelian barang dari BUMN dan BUMD, yang
melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dan belanja negara
(APBN) atau belanja daerah (APBD).
|
Pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas
penyerahan barang, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi
atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak.
|
Paling lambat 14 (empat belas) hari setelah Masa Pajak
berakhir.
|
Atas
pembelian barang dari Bank Indonesia (BI), PT.Perusahaan Pengelolaan Aset
(PPA), Perusahaan Badan Urusan Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia
(TELKOM), PT. Perusahaan Tenaga Listerik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia,
PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, PT. Pertamina, dan Bank – bank BUMN.
|
Paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim
berikutnya.
|
Paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak
berakhir.
|
Atas penjualan hasil produksi dari badan usaha yang
bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja
dan industri otomotif.
|
Paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim
berikutnya.
|
Paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak
berakhir.
|
Atas penjualan hasil produksi produsen atau importir
bahan bakar minyak, gas dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas
dan pelumas.
|
Sebelum surat perintah pengeluaran barang (delivery
order) ditebus.
|
Paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak
berakhir.
|
Atas pembelian bahan-bahan industri dan eksportir yang
bergerak dalam sektorperhutanan, perkebunan, perikanan dan pertanian.
|
Paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya.
|
Paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak
berakhir.
|
H. Contoh
Soal atau Kasus PPh pasal 22
1. PT. FM adalah produsem makanan ringan yang
memiliki API, pada bulan maret 2009 PT. FM melakukan impor barang dari Amerika
dengan nilai faktur sebesar US$ 150.000,-. Biaya asuransi yang dibayar adalah
US$ 1.500,- dan ongkos angkut adalah US$ 6.000,-. Tarif BEA masuk adalah 25%.
Pungutan lainnya sesuai dengan ketentuan PABEAN adalah Rp. 15.000.000,-. Kurs
pajak pada saat melakukan clearance ke pelabuahan adalah 1US$ = Rp.9.000,-.
Hitung PPh Pasal 22 yang harus dibayar!
Penyelesaian:
Menentukan Nilai
Impor:
Nilai Faktur US$
150.000,-
Biaya Asuransi Dalam
/ Luar Negeri US$ 1.500,-Biaya Ongkos Angkut US$ 6.000,-
Jumlah CIF (Cost
Insurance and Freight) US$
157.500,-
Besarnya nilai CIF
dalam Rupiah adalah:
US$ 157.500,- x Rp. 9.000,- Rp.1.417.500.000,-Ditambah:
Bea masuk: 25% x Rp. 1.417.500.000,- Rp.
354.375.000,-
Pungutan lainnya RP. 15.000.000,-
Nilai
Impor Rp.
1.786.875.000,-
PPh Pasal 22 atas
Impor dari Amerika adalah:
2,50%
x Rp. 1.786.875.000,- = Rp. 44.671.875,-
2.
PT.
Zemen Pekalongan adalah perusahaan semen nasional. Pada tanggal 15 April 2008
menjual 1000 sak semen kepada CV Karya Manjur, perusahaan kontraktor property,
secara tunai. Harga jual semen adalah Rp30.000 per sak. Jadi, pada saat
penjualan semen tersebut PT Zemen Pekalongan sudah terutang dan harus memungut
PPh Pasal 22 dari CV Karya Manjur.
Penyelesaiannya :
PPh
Pasal 22 = 0.25% x 1000 x Rp30.000 = Rp 75.000
Sifat pemungutan PPh
22 ini tidak final dan dapat menjadi kredit pajak bagi CV Karya Manjur.
3.
Dalam
rangka memajukan pendidikan, pada tanggal 19 April 2009 Pemda Maluku Utara
membeli 20 unit laptop secara kredit dari rekanan pemerintah Toko Tekno Com
yang akan didistribusikan ke sekolah-sekolah di daerah terpencil. Harga laptop
tersebut adalah Rp11.000.000 per unit sudah termasuk PPN. Pemda Maluku Utara
baru membayar pembelian laptop tersebut tanggal 18 Mei 2008. Jadi, pada saat
pembayaran laptop tersebut Pemda Maluku Utara terutang dan harus memungut PPh
Pasal 22 kepada pemungut dari Toko Tekno Com.
Penyelesaiannya :
DPP PPN =
x 11.000.000 x 20 = Rp 200.000.000
PPh
Pasal 22 = 1,5% x Rp200.000.000 = Rp 3.000.000
4.
PT
Penyalur Minyak Indonesia (PMI) membeli premium dari Pertamina. Dalam hal ini,
PMI sebagai penyalur BBM (SPBU Swastanisasi) memiliki delivery order (DO) dari
Pertamina dengan kuantitas sebanyak 10.000 liter @ Rp 1.600,-. Berapa PPh pasal
22 yang harus dilunasi oleh PT.PMI?
Penyelesaiannya :
PPh
pasal 22 = 0,3% x 10.000 x 1.600 = Rp 48.000,-
5.
PT.
Pelesir Jaya melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah kepada PT.
JEN yaitu penjualan rumah dengan harga Rp12.000.000.000,- dan luas tanahnya 600
m2. Hitunglah PPh pasal 22 yang dipungut oleh PT. Pelesir
Jaya?
Penyelesaiannya :
PPh
pasal 22 = 5% x 12.000.000.000 = Rp
600.000.000,-
thanx
ReplyDeletesama2,,,
Deletethanks for visit my blog,, :)
iya sama-sama,,,
ReplyDeletetrimakasih sudah berkunjung ke blog saya..
salam kenal juga,,
follow twitter saya klik twit bird aja
thanks
:)
thanks ya infonya
ReplyDeletebgs banget dan membantu
kunjungi blog saya
satudpajak2011.blogspot.com
iya sama2,,
Deletedone :)
Mau tanyaa..
ReplyDeletetentang PPh 22 atas barang impor..
kalo semisalnya dia ditanya harga jual, dgn perusahaan menetapkan laba yg diperoleh 25%.
Itu bagaimana ?
tlg pentukjuknya yaa..
maaf, baru sempat saya bls :)
Deletemaaf, itu pertanyaannya tentang PPh 22 atau tentang harga jual saja?
menurut saya, jika ditanya harga jual, maka harga beli ditambah dengan biaya-biaya dan ditambah laba yang diharapkan (25%). untuk laba 25% dari harga beli.
cuma itu yg saya tahu.
semoga terjawab ya.
terima kasih atas kunjungannya. :)
terimakasih atas infonya...
ReplyDeletesalam kenal...
iya sama-sama :)
Deletesalam kenal juga :)
terimakasih infonya :)
ReplyDelete